Search This Blog

HOME

Sunday, November 17, 2013

Siapa Salahudin Al-Ayubi.



Gambar hiasan


Masih ingatkah anda dengan peristiwa peperangan yang paling lama dan paling menegangkan dalam sejarah? Iya, peperangan itu dikenal dengan nama “Perang Salib” atau “Crusade.” Yaitu peperangan yang terjadi antara pasukan kristen (disokong dan dibujuk oleh Yahudi) di satu pihak, berhadapan dengan pasukan Islam di pihak lain. Pada tahun 1085 M perang salib dimulai. Dinamakan perang salib karena pasukan nasrani pada saat itu mengenakan pakaian bergambar salib. Pasukan salib berpusat di Eropah. Salahudin Al Ayubi merupakan panglima legendaris dalam perang salib. Dialah panglima pasukan Islam yang berhasil memukul mundur pasukan salib. Sehingga salibis pulang ke eropah dengan tangan hampa.


Perang Salib

Panglima pasukan kristen bernama Peter sang Pertapa menggerakan pasukan salib gelombang  kedua berjumlah 40.000 orang tentara. Sepanjang perjalanan tenteranya berbuat  liar dan kejahatan. Mereka juga diperbolehkan melakukan dosa.  Peter sang Pertapa mempunyai cita-cita merebut kota suci Mekkah dari tangan orang-orang Islam, termasuk juga kota Darussalam (jerussalem) yang di dalamnya terdapat Masjidil Aqsha. Gelombang ketigatentara salib dipimpin oleh seorang Biarawan Jerman. Bergerak dari Eropa mereka pada mulanya berhasil merebut sebagian besar daerah Syiria, termasuk kota suci Yerussalem (Darussalam). Namun, sayang mental pasukan salib yang rusak membuat penduduk di negeri tsb menjadi sasaran kekejian pasukan salib. Kebrutalan pasukan kristen melebihi kaum bar-bar. Orang-orang Islam yang sipil dibantai habis-habisan. Mill, seorang ahli kristen, mengemukakan banyak keterangan tentang kejahatan tentara salibis. Pada abad ke-12 Masehi (1.200M) ketika tentara salib berada pada puncak kekejian, raja-raja Jerman dan Prancis; panglima  Richard  yang mendapat julukan “si berhati singa” telah berhasil menguasai banyak medan peperangan dan bersiap sedia menaklukan kota suci. Pada saat itu munculah seorang panglima yang gagah berani dari tentara Islam yang bernama Salahudin Al Ayubi.


Siapa Salahudin Al Ayubi?

Ia lahir tahun 1137 M. ayahnya bernama  Najmuddin Ayub, dan pamannya bernama Asaduddin Sherkoh. Keduanya merupakan pembantu  Raja Syiria Nuuruddin Mahmud. Bahkan pada 8 Januari 1169, Sherkoh diangkat sebagai menteri sekaligus panglima perang oleh Khalifah Fathimiyah Mesir. Pada saat itu, Salahuddin menjabat Perdana Menteri Mesir. 2 tahun kemudian, pamannya, Sherkoh wafat. Disusul oleh wafatnya khalifah. Salahuddin mendapat simpati dan kepercayaan dari para pejabat dan rakyat untuk menjadi Sultan negara Mesir. Tak berapa lama, negeri Syiria yang dipimpin oleh raja belia Malikus Saleh (anaknya Nuruddin Mahmud). Raja belia tersebut amat lemah sehingga Syria pun dikepung oleh pasukan jerman (salib) dan diharuskan membayar upeti kepada mereka. Khalifah Shalahuddin pun turun membela negara Syria. Raja yang masih muda, Malikus Saleh, tak berapa lama wafat (1181-1182). Maka Salahudin diangkat oleh bangsa Syria sebagai khalifah di negeri Syria. Jadi, Sultan Salahuddin diamanati dua negara, yaitu Mesir dan Syria.Pada saat itu, perang salib sedang berkecamuk. Kemunculan dan keberanian Sultan Salahuddin membuat nyali tentara salib ciut. Gencatan senjata diajukan oleh pasukan salib Jerman dibawah pimpinan Frank terhadap Sultan. Adapun sultan, ia selalu mentaati perjanjian, berbeda dengan pasukan salib. Ahli sejarah berkebangsaan Prancis bernama Michoudmenulis: “Pasukan Muslimin menghormati perjanjian bersama itu, sedangkan pasukan kristen menunjukan tanda-tanda melakukan peperangan yang baru.” Benar saja tak berapa lama, pemimpin Kristen bernama Renauld atau Reginald  dari Chatillon menyerang rombongan umat muslim Islam yang melewati markas mereka, membantainya, dan merampas barang-barangnya.Tindakan tersebut membuat Sultan Salahudin turun tangan. Dengan kejadian tsb Sultan bebas bertindak terhadap pasukan kristen, sebab mereka telah melanggar lebih dahulu. Sultan melakukan strategi jitu terhadap tentara kristen, tahun 1187, pasukan sultan menjebak pasukan musuh didekat  Bukit Hittin dan berhasil menaklukannya tanpa mendapat perlawanan berarti. Maka jatuhlah kawasan Hittin kepada pasukan Muslim. Dalam suatu gerakan cepat, pasukan sultan merebut daerah dan negara-negara yang semula telah dikuasai pasukan salib. Pasukan muslimin dibawah pimpinan Sultan berhasil merebut Nablus, Jericho, Ramlah, Caesarea, Asruf, Jaffa, dan Beirut.


Merebut Kembali Darussalam (Yerussalem)

Pada saat itu, Yerussalem berada di bawah penguasaan pasukan Salib. Terdapat 60.000 pasukan kristen di sana. Pasukan muslim di bawah komando Sultan  Salahuddin bergerak masuk ke kota suci tersebut. Pasukan kristen gentar dan akhirnya menyerah tak berkutik kepada pasukan Muslim. Apa yang dilakukan pasukan Sultan setelahnya menaklukan kota Jerussalem? Mereka tidak melakukan kerusakan, tidak melakukan pembantaian, bahkan mereka menunjukan akhlak terpuji; hal ini sangat berbeda dengan sikap pasukan kristen di bawah pimpinan Titus saat merebut kota Jerussalem dari tangan umat Islam dimana mereka membantai dan mengusir penduduk secara tak berperikemanusiaan. Sejarah mencatat bahwa pembantaian orang kristen terhadap umat Islam disaat merebut Jerussalem berjumlah 70.000 orang Islam sipil dibunuh secara kejam. Pembantaian tsb terjadi 90 tahun sebelum Sultan Salahudin merebut kembali Jerussalem. Saat pasukan Muslim menguasai kota Jerussalem para penduduk beragama kristen dibiarkan tinggal di Jerussalem. Kecuali para tentara kristen diminta untuk meninggalkan kota. Para tentara tsb juga ditahan dan diminta memberikan tebusan sebesar yang mereka rampas selama pendudukan jerusalem. Namun, Sultan Salahudin yang baik hati seringkali memberikan uang tebusan sendiri dan memberi ongkos. Bahkan ia tak tega jika ada seorang ibu yang menggendong anaknya meminta agar suaminya (tentera kristen) dibebaskan tanpa syarat atau memberi bekal untuk perjalanan pulang ke negara asal (eropah).


Pergerakan Pasukan Sultan

Pasukan Sultan bergerak ke Tyre. Di sana menemukan pasukan salib (yang telah dibebaskan) sedang menyusun kekuatan kembali. Mereka langsung dilumpuhkan pasukan sultan. Pasukan muslim berhasil merebut kembali kota yang sebelumnya direbut pasukan salib, seperti kota  Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, Bozair,  dan Derbersak. Sultan Salahudin juga berhasil menangkap bangsawan kristen bernama  Guy de Lasignan. Kemudian Sultan membebaskannya dengan syarat ia harus segera pulang ke Eropa. Namun, Lasignan berkhianat, ia mengumpulkan tentara kristen untuk menyerang kembali kemudian mereka mengepung kota Ptolemais.

Saat Jerussalem jatuh ke pasukan sultan. Bangsa-bangsa di eropa kaget. Mereka menurunkan bantuan tentara salib. Raja-Raja  Jerman dan  Prancisbergerak, serta  Raja Inggris bernama Richard—si berhati singa—bergerak untuk merebut kembali Jerussalem. Mereka mengepung  Acre  (Acre) berbulan-bulan sehingga banyak orangorang Islam menderita kelaparan dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Atas tindakan  Raja Inggris,  yaitu Richard, maka muncullah kemarahan Sultan Salahuddin. Pasukan muslim bergerak. Dalam sebelas kali pertempuran, pasukan kristen berhasil dilumpuhkan oleh pasukan muslim. Atas kekalahan beruntun,  Raja Richard mengajukan perjanjian damai dengan Sultan Salahuddin. Pada bulan September 1192 berakhirlah perang salib. Para pasukan salib diperintahkan meninggalkan kota suci Jerussalem, mereka memanggul kopor pulang ke eropa.Seorang ahli kristen bernama Michoud  menyatakan: “Pasukan gabungan Barat (Pasukan Salib atau Pasukan Kristen) tidak bisa mendapat apa-apa kecuali merebut  Akra  danmenghancurkan kota  Ascalon. Dalam perang ini, pasukan eropa menderita kerugian yang besar. Dari 600.000 pasukan (6 lakh) yang diutus dalam perang salib, termasuk pasukan-pasukan terbaik dan para ksatria pilihan, namun hanya 100.000 pasukan (1 lakh) saja yang pulang ke Eropa.” Jerussalem atau Darussalam yang di dalamnya terdapat  Masjidil Aqsha akhirnya kembali ke tangan muslim di bawah kepemimpinan Sultan Salahuddin Al Ayubi  setelah dikuasai selama 90 tahun oleh pasukan salib. Kota Darussalam kembali aman dan damai. Berbondong-bondong umat Islam melaksanakan shalat di Masjidil Aqsha. Demikian juga umat kristen diberi kebebasan untuk berkunjung ke tempattempat bersejarah peninggalan Yesus. Demikianlah Sultan Salahuddin mampu menjaga keamanan kota suci ketiga umat Islam, yakni  Darussalam (Jerussalem). Sangatlah penting menjaga keamanan Darussalam sebab disanalah pusat dakwah nabi-nabi terkemuka. Di kota tersebut banyak peninggalan sejarah dari semenjak Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, Nabi Yaqub, Nabi Musa-Harun, Nabi Daud  sampai Nabi Sulaiman. Yang dilanjutkan oleh Keluarga Imran (Ali Imran), Nabi Zakariya, Nabi Yahya, Siti Maryam, sampai Nabi Isa.  Itulah Sultan Salahudin seorang pimpinan yang salih berhasil menciptakan ketentaraman umat Islam melalui mewujudkan ketentraman tiga kota suci yaitu Mekkah, Madinah, dan Darussalam.


Trilogi Peperangan

Bagi memperkukuhkan tentera Islam, Salahuddin meminta negara Islam diurus di bawah satu pemerintahan. Walaupun cadangannya tidak dipersetujui sesetengah pihak termasuk pemimpin Syria, cita-cita Salahuddin itu termakbul.

Dalam bulan Zulkaedah 570 Hijrah (Mei 1175 Masihi), khalifah Abbasiyyah mengisytiharkan Salahuddin al-Ayubi sebagai Sultan Mesir dan menggelarkan dirinya sebagai Sultan al-Islam wa al-Muslimin. Pada tahun itu juga beliau membina kota pertahanan di Kaherah.

Pada tahun 583 Hijrah (1187 Masihi) berlaku Perang Salib kedua, yang juga dikenali sebagai Perang Hittin. Peperangan ini dipimpin sendiri oleh Salahuddin al-Ayubi hingga membuka jalan mudah untuk menawan kembali Baitulmaqdis.

Pada tahun 588 Hijrah (1192 Masihi) berlaku Perang Salib ketiga, hasil dendam dan kekecewaan golongan pembesar Kristian. Mereka berusaha merampas semula Baitulmaqdis daripada orang Islam. Walaupun perang Salib yang ketiga itu menggabungkan seluruh kekuatan negara Kristian, mereka tidak mampu menggugat kekuatan tentera Salahuddin al-Ayubi.

Pihak Kristian mengalami kekalahan dan ramai tentera terbunuh dan tertawan. Baitulmaqdis yang dikuasai orang Kristian selama 88 tahun, dapat ditakluki semula oleh Salahuddin al-Ayubi.

Lane-Poole (penulis Barat) mengesahkan, kebaikan hati Salahuddin mencegahnya daripada membalas dendam. Beliau menulis bahawa Salahuddin menunjukkanketinggian akhlaknya ketika orang Kristian menyerah kalah. Tenteranya sangat bertanggungjawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan sehingga tidak ada kedengaran orang Kristian dianiaya.

Selanjutnya Lane-Poole menuliskan mengenai tindak-tanduk tentera Kristian ketika menawan Baitulmaqdis kali pertama pada 1099. Tercatat dalam sejarah bahawa ketika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem, jalan itu dipenuhi mayat, orang Islam yang tidak bersenjata diseksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat di atas bumbung dan menara rumah ibadat.

Darah membasahi bumi yang mengalir daripada pembunuhan orang Islam secara beramai-ramai. Ia juga mencemarkan kesucian gereja yang sebelumnya mengajar sifat berkasih sayang. Orang Kristian sangat bertuah apabila mereka dilayan dengan baik oleh Salahuddin.

Akhir Riwayat

Beliau mempersembahkan keseluruhan hidupnya untuk jihad di jalan Allah. Semasa berjihad Salahuddin al-Ayyubi selalu membawa sebuah peti tertutup yang amat dijaganya. Orang terdekat menyangka terdapat berbagai batu permata dan benda berharga tersembunyi di dalamnya. Tetapi selepas wafatnya apabila peti dibuka maka yang ditemui hanyalah sehelai surat wasiat dan kain kafan yang dibeli dari titik peluhnya sendiri dan sedikit tanah.

Apabila surat itu dibuka tertulis ” Kafankanlah aku dengan kain kafan yang pernah dibasahi air zam-zam ini, yang pernah mengunjungi kaabah yang mulia dan makam Rasulullah s.a.w. Tanah ini ialah sisa-sisa masa perang, buatkanlah darinya ketulan untuk alas kepalaku di dalam kubur”

Dari tanah tersebut dapat dibuat 12 ketulan tanah yang hari ini terletak di bawah kepala Salahuddin al-Ayyubi. Setiap kali Salahuddin al-Ayyubi kembali dari berperang yang dimasuki bertujuan berjihad kepada Allah, beliau akan berusaha mengumpulkan tanah-tanah yang melekat pada muka dan pakaiannya dan meletakkannya di dalam peti rahsia itu. Beliau telah berjaya mengumpulkan tanah yang boleh dibuat 12 ketulan, kiralah berapa banyak pertempuran yang dihadapinya kerana berjihad bagi menegakkan kalimah Allah!!

Ketika hayatnya, beliau lebih banyak berada di khemah perang daripada duduk di istana bersama keluarga. Siapa saja yang menggalakkannya berjihad akan mendapat kepercayaannya. Apabila hendak memulakan jihad melawan tentera salib, beliau akan menumpukan seluruh perhatiannya kepada persiapan perang dan menaikkan semangat tentera.

Di medan perang, beliau bagaikan seorang ibu garang kehilangan anak tunggal. Beliau bergerak dari satu hujung medan peperangan ke hujung yang lain untuk mengingatkan tenteranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah.

Beliau juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinangan mengajak manusia supaya bangkit membela Islam. Beliau meninggal dunia pada 27 Safar 589 Hijrah (1193 Masihi) pada usia 55 tahun di Damsyik, Syria slepas memerintah selama 25 tahun. Beliau sakit selama 14 hari sebelum menghembuskan nafas terakhir.

Pernah satu ketika, Salahuddin Al-Ayyubi menyuruh wazirnya balutkan tubuh dia dengan kain kafan tapi Salahuddin Al-Ayyubi pesan supaya tangannya dibiarkan terbuka. Wazirnya menjawab “Aku tidak sanggup melakukannya”. Kata Salahuddin Al-Ayyubi, “Kalau begitu, engkau lakukannya di saat aku mati nanti. Sampai waktunya yang telah ditetapkan, Salahuddin menghembuskan nafas yang terakhir. Wazirnya melaksanakan pesan Salahuddin Al-Ayyubi. Seluruh tubuhnya dibalut dengan kain kafan kecuali tangannya dibiarkan terbuka. Semasa jenazah diusung, ramai la yang melihat tangan Salahuddin Al-Ayyubi tak berbalut. Mereka bertanya kepada wazir Salahuddin Al-Ayyubi “Kenapa engkau biarkan tangannya dibiarkan terbuka?” Jawab wazir tersebut, “Baru kini aku mengerti. Salahuddin Al-Ayyubi ingin menunjukkan bahawa tiada ada apa yang akan dibawa ketika mati nanti.” 


Sinopsis

Kepiawaian  Sultan Salahuddin menaklukan pasukan salib tidak hanya dikenal oleh umat Islam, melainkan ia juga telah menjadi legenda bangsa Eropa. Sultan Salahuddin yang wafat 4 Maret 1193, tidak lama setelah merebut kota suci, telah meninggalkan keteladanan yang sangat berkesan dalam ingatan umat Islam. Ia melambangkan seorang panglima yang penyayang, sederhana, dan memperlakukan non-Muslim dengan perlakuan yang manusiawi. Tidaklah heran jika ia tidak hanya menjadi panutan muslim, melainkan ia pun disegani oleh balatentara dari eropa, bahkan sampai kini Sultan Salahuddin tetap menjadi panutan mereka.  Jamil Ahmad mengutip pernyataan  Philip K. Hitti, seorang ilmuwan Eropa: “Sikap terpuji Sultan Salahudin telah menyentuh imajinasi penulis-penulis kisah berbahasa Inggris, para penulis  novelis modern dan ia juga selalu dikenang sebagai suri teladan bagi kesopanan dan kekesatriaan.”

Baca juga kisah pedang Almarhum iaitu - Menakjubkan! Pedang Ini Paling Tajam Di Dunia.

No comments:

Post a Comment